TRIBUN-TIMUR.COM - Kericuhan mewarnai pemungutan suara di tempat pemungutan suara luar negeri (TPSLN) di Victoria Park, Hongkong, Minggu (6/7/2014). Berikut ini adalah kronologi dari kericuhan tersebut.
"(Kericuhan bermula) karena izin pemakaian lapangan Victoria Park dari Pemerintah Hongkong dimulai pukul 09.00 dan berakhir pukul 17.00," ujar Koordinator Desk Pemilu Migrant Care Syaifullah Anas, yang memantau bersama tiga orang Migrant Care dan lima relawan, seperti dikutip Tribunnews.com, Senin (7/7/2014) dini hari.
Adapun kronologi rinci dari proses pemungutan suara tersebut adalah sebagai berikut:
Pukul 07.00
Pemilih yang kebanyakan buruh migran Indonesia sudah mengantre. Mereka mengantre untuk memberikan hak pilihnya di 13 TPSLN yang disediakan Panitia Pemungutan Luar Negeri (PPLN) Hongkong.
Pukul 09.00
Antrean semakin panjang. PPLN hanya membuka satu jalur pintu masuk ke TPSLN. Satu jalur antrean tidak dibedakan antara pemilih yang mendapat surat pemberitahuan memilih dan belum terdaftar sebagai pemilih.
Pukul 11.00
Ketika antrean mengular, pada pukul 11.00 turun hujan deras sekitar 15 menit. Setelah hujan reda, antrean pemilih memenuhi sepertiga lapangan yang disediakan panitia lokasi pemungutan suara.
PPLN memberlakukan tiga ring, dengan rincian ring pertama adalah lokasi TPSLN; ring kedua untuk pemantau, wartawan, dan polisi; sementara ring ketiga adalah tempat para pemilih menunggu. Separuh lapangan di Victoria Park ini menjadi ring tiga.
Setelah hujan reda, cuaca di Victoria Park berubah total menjadi sangat terik. Sekitar 10 pemilih pingsan selama menunggu. "Bisa jadi karena sudah lama mengantre dan kepanasan," tutur Syaiful.
Pukul 12.00
Pada pukul 12.00 sampai 13.00, di tengah cuaca yang terik, para pemilih mengusulkan pemisahan antrean, antara yang mendapatkan surat pemberitahuan memilih dan yang belum terdaftar, termasuk untuk warga negara Indonesia yang memakai izin tinggal di Hongkong.
Usulan ini diterima dan PPLN membedakan jalur antrean. Pergerakan pemilih pun lancar. Namun, pemilih yang menggunakan izin tinggal Hongkong kesal karena harus didata lama, ditanya nama, dan sebagainya. Padahal, kata Syaiful, ada banyak pemilih yang masuk kategori ini.
"Dari ring tiga masuk ke tenda. Mereka harus isi formulir kuning untuk data nama, ID, dan alamat. Dua menit sampai tiga menit per orang dan prosesnya manual. Petugas mendata dengan menulis di atas lembar kertas. Setelah itu diarahkan ke TPS," katanya.
Pukul 16.00
PPLN tidak membuat kebijakan untuk mengantisipasi antrean yang luar biasa banyak. Baru pada pukul 16.00, panitia membuka dua pintu. Karena antrean di ring tiga sangat banyak, sampai pukul 17.00 mereka tetap belum bisa memilih. "Seharusnya PPLN bisa menambah bilik suara. Ada enam bilik suara dari 13 TPS," kecam Syaiful.
Pukul 17.00
Sekitar 500 sampai 1.000 orang masih mengantre di ring satu. Mereka terdaftar di DPT, ada juga yang tidak terdaftar. Setelah pukul 17.00, TPSLN ditutup, tetapi ada beberapa pemilih meminta tetap diperbolehkan masuk dan menggunakan hak pilih. Hanya beberapa orang yang bisa masuk dan selebihnya tetap di luar pagar.
"Saya sendiri memilih di Hongkong 10 menit sebelum pukul lima sore. Bagi siapa pun yang membawa undangan bisa langsung masuk. Mudah," terang Syaiful. Namun, bagi pemilih yang sebelumnya tidak mendapat pemberitahuan memilih, kata dia, tak semudah itu prosesnya.
Buruh migran akhirnya berdemo di depan pintu masuk karena merasa dapat surat undangan dan panggilan, tetapi tak bisa memilih. Sayang, PPLN tidak merespons sama sekali demo para pemilih, sekaligus tak ada antisipasi dan langkah apa yang harus dilakukan.
Ketua PPLN tak memberikan solusi sama sekali. Justru anggota PPLN yang ke depan menemui para pendemo, tetapi tak menjawab tuntutan pemilih. Setelah tak ada respons, pemilih berdemo. Para pemilih lalu menerobos pagar pembatas di ring pertama dan mengejar PPLN.
Kepada siapa saja yang bisa ditemui, para pemilih ini meminta bisa memilih. Saat itu, kata Syaiful, ada Ketua Badan Pengawas Pemilu Muhammad, serta dua anggota Komisi Pemilihan Umum, yakni Sigit Pamungkas dan Juri Ardiantoro.
"Beliau tidak ada solusi sama sekali dan diserahkan ke PPLN. Pemilih Hongkong sampai memaki-maki. Tetap sampai mereka pulang pukul tujuh malam tidak ada keputusan KPU dan Bawaslu. Lalu Ketua PPLN memutuskan mereka tetap tidak bisa memilih," papar Syaiful.
Diketahui, sebanyak 23.863 pemilih yang tercatat memberikan hak suaranya di 13 TPS dari total DPT lebih dari 100.000. Ada konfirmasi jumlah pemilih yang memberikan suara lewat pos mencapai 18.000 orang.
Pukul 19.15
Para pemilih merangsek masuk ke ring satu dan menemui PPLN. Ada informasi beredar, ujar Syaiful, Keua Bawaslu nyaris memukul pemilih yang mengumpatnya saat buka puasa. Tribunnews berusaha mengonfirmasi Muhammad, tetapi telepon selulernya tak aktif.
"Tapi saya tidak melihat secara langsung. Memang teman-teman ramai berita itu. Kami masih cari bukti-bukti itu, video atau apa pun masih dikumpulkan. Kami masih cari pengawas yang memiliki rekaman," katanya.
(Yogi Gustaman/Agung Budi Santoso)
Anda sedang membaca artikel tentang
Ini Kronologis Kericuhan Pilpres di Hongkong
Dengan url
http://timursebrang.blogspot.com/2014/07/ini-kronologis-kericuhan-pilpres-di.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Ini Kronologis Kericuhan Pilpres di Hongkong
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Ini Kronologis Kericuhan Pilpres di Hongkong
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar