Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI Dr Hamid Awaludin dijadwalkan bertindak sebagai khatib Idulfitri 1434 Hijriah di Masjid Al Markaz Jenderal M Jusuf, Makassar, Kamis (8/8).
Rencana khutbah di Makassar Mantan Duta Besar (Dubes) RI untuk Rusia ini terbilang langka. Pasalnya, khatib Idulfitri biasanya domain para ulama, guru agama islam, kalangan ustaz atau penggiat agama Islam.
"Oh iya saya diminta khutbah Idulfitri di Al Markaz, saya siap," kata Dosen Hukum Internasional Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar ini saat ditemui Tribun di kediamannya, Jl Sunu No KX 19, Makassar, Selasa (6/8).
Doktor Hukum Internasional American University ini menganggap hal tersebut bukan hal baru. Mantan Jurnalis di Washinton DC ini mengakut sudah berpengalaman sebagai khatib di luar negeri.
"Ini bukan khutbah yang pertama, saya waktu di Amerika sering berkhutbah, saya kan lama di Amerika. Di Rusia juga saya khutbah, waktu idulfitri dua tahun lalu saya juga khutbah di Moskow. Jadi bukan hal baru buat saya. Pengurus Al Markaz menyurati saya, ya saya siap," ungkap pria asal Bugis ini.
Penulis buku Berkedip Tanpa Cahaya ini mengaku senang membaca khutbah. Meski partner akrab Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla saat perdamaian Aceh ini tetap ingin fokus sebagai guru besar.
"Saya sebenarnya tidak profesional di bidang itu (khatib). Saya hanya guru, dosen, orang kan punya domainnya masing-masing. Saya di perguruan tinggi, sekali-sekali ya khutbah. Saya tidak mau mengambil domainnya orang," ujar Hamid yang juga dosen Hubungan Internasional Unhas.
Hamid menyampaikan secuil inti khutbahnya yang bertopik Persamaan dan Kebebasan dalam Islam.
"Pertama dulu saya ingin katakan bahwa di dalam islam itu, kemajemukan itu sangat diakui. Misalnya kan begini, Tuhan mengatakan, kujadikan kau berbangsa-bangsa dan bersuku-suku,
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku itu kan kata majemuk. Berarti Tuhan memang dengan maksud yang jelas menjadikan manusia itu dalam kemajemukan. Siapa yang menafikkan kemajemukan maka dia keluar dari konteks sunnatullah," kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) ini kepada Tribun.
Kemudian, lanjut doktor Hukum Internasional American University ini, dibawa ke konteks Islam mengenai hak asasi manusia (HAM), banyak sekali orang terkecoh dengan pandangan HAM, seolah-olah Ham itu berdimensi tunggal, yakni kebebasan.
"Padahal di mana-mana, hak asasi manusia itu terbagi atas dua prinsip utama. Prinsip pertama itu adalah persamaan, aquality. Baru freedom (kebebasan)," kata Hamid.
Dia menegaskan, tidak mungkin ada kebebasan tanpa ada persamaan. "Kalau you bebas, tanpa berpikir persamaan, ya you tidak pikirkan kebebasan saya dong, karena you merasa kebebasan you mutlak kan. Kalau Anda tidak pikir aspek persamaan bahwa oh ada juga pak Hamid, memiliki hak yang sama dengan saya maka Anda menjadi mutlak kan. Nah itu biasa terjadi ketegangan," jelas Hamid.
Dalam Islam, lanjut Hamid, persamaan sangat tinggi nilainya. Tapi dia mengingatkan bahwa banyak yang salah kaprah memaknai HAM itu freedom atau kebebasan.
"Kalau freedom menjadi domain utamanya HAM, maka semua orang berlomba menggunakan kebebasannya, tanpa memikir kebebasan orang lain," ujarnya.
Bagi Islam, yang benar-benar paham ajaran agamanya, HAM tidak perlu lagi diperdekabtkan. Sudah jelas. Batas-batasnya jelas dan tegas.
"Momentum Idulfitri 1434 Hijriyah ini, marilah memaafkan, saling memahami kebebasan dan persamaan, kita buka lembaran baru," tegas Hamid.(ilham mangenre)
Anda sedang membaca artikel tentang
Hamid Awaludin: Kenapa Harus Khutbahkan HAM
Dengan url
http://timursebrang.blogspot.com/2013/08/hamid-awaludin-kenapa-harus-khutbahkan.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Hamid Awaludin: Kenapa Harus Khutbahkan HAM
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Hamid Awaludin: Kenapa Harus Khutbahkan HAM
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar