Kenapa Harus Menjaga Hati

Written By Unknown on Rabu, 07 Agustus 2013 | 12.45

Menjaga Hati
Komaruddin Hidayat
Guru Besar dan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HATI itu bagian paling misterius dari diri manusia. Karena kemisteriusannya, penggunaannya pun seringkali sangat simbolik.
Sering kita mendengar ungkapan, hatiku terluka atau hatiku tercabik-cabik, yang biasanya dilontarkan orang yang baru ditinggalkan kekasih, atau baru mendengar berita duka.
Demikian pula ketika diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris. Hati menjadi heart, yang padahal terjemahan literalnya adalah jantung. Mungkin ini menunjukkan bahwa hati yang seringkali disebutkan dalam konteks ungkapan seperti di atas tadi, adalah bagian vital bagi hidup manusia seperti vitalnya fungsi jantung bagi kita.
Karenanya menjaganya, menjadi keniscayaan bagi mereka yang ingin menjaga hidup dan kehidupan. Sedemikian pentingnya hati ini, maka meskipun dalam berkomunikasi kita melibatkan telinga, mulut, pikiran, mata dan tangan, tapi untuk minta agar komunikasi berjalan dua arah, ungkapan yang dikeluarkan adalah mohon per-hati-an dan bukan mohon per-telinga-an.
Atau kita perhatikan ungkapan-ungkapan lain yang sifatnya meminta, menyarankan seperti, Harap diper-hati-kan! atau Hati-hati di jalan.
Kita tidak tahu siapa orang pertama yang membawa istilah hati ini menjadi khazanah Bahasa Indonesia dan dalam komunikasi harian. Dalam Bahasa Inggris dan Arab, terdapat beragam kata yang serumpun dengan kata hati, yang semuanya berkaitan sikap batin, yang selalu ingin mendapatkan rasa damai, kasih, sadar, tulus, dan peduli serta cinta.
Ketika kita bingung memutuskan suatu perkara, dianjurkan agar mendengarkan "hati nurani" atau "suara hati." Ketika hendak memilih pasangan hidup, orangtua selalu pesan, Sing ati-ati milih konco urip kanggo sak lawase." (Hati-hati memilih teman hidup untuk selamanya).
Demikian vitalnya peran hati, sehingga Nabi Muhammad SAW bersabda, siapapun yang hatinya baik, maka baiklah semua perilakunya. Dan, siapa yang hatinya sakit, maka sakitlah semua amalnya. Jadi, betapa sentralnya peran "hati" dalam kehidupan sehari-hari, karena dari situlah terpancar energi kebaikan dan keburukan, dorongan ke arah  kemuliaan atau kenistaan.
Karena suara hati selalu mengajak pada kebaikan, maka orang yang bijak mesti mendengarkan kata hatinya, sebelum berbicara dan bertindak. Hati nurani adalah guru, pembimbing, dan konsultan yang tak mau berbohong. Terlebih jika hati ini selalu diterangi dan ditambah energi Ilahi, maka akan semakin kuat dan jelas petuahnya agar kita berada di jalan yang benar, yang baik, dan ingin menggembirakan sesama.
Salah satu fungsi ibadah dan puasa adalah, membersihkan kotoran-kotoran agar tak mengeras dan berkarat, sehingga menutupi masuknya cahaya Ilahi untuk menerangi relung hati. Kalau sudah tertutup, maka suara hati nurani bisa kalah, suaranya lemah, perintahnya tak berwibawa. Yang cenderung terjadi, seseorang lalu begitu rentan dipengaruhi dan dikendalikan nafsu rendahan yang hanya mengejar kenikmatan fisik, dengan mengorbankan kebahagiaan moral-spiritual.
Kenikmatan fisik durasinya pendek, dan semakin tua usia seseorang, maka semakin mengecil kenikmatan fisik yang bisa diraih. Ketika kesehatan kian menurun, berbagai macam penyakit berdatangan, satu-satu kenikmatan fisik menyatakan "selamat jalan." Dulu, ketika masih berstatus mahasiswa, ingin makan enak tak punya uang, setelah tua punya jabatan tinggi dan uang berlebih, tak boleh makan enak. Sungguh, kalau saja direnungkan, betapa singkatnya kenikmatan dunia melayani dan memanjakan kita.
Tetapi mereka yang hatinya selalu berjaga, selalu aktif dan senantiasa disirami energi cahaya Ilahi. Maka, semakin tua usia seseorang hatinya justru makin sehat, makin lapang dan makin bijak, sehingga kebahagiaan yang akan diraih justru lebih tinggi kualitasnya, yaitu kebahagiaan moral-spiritual.
Jika kebahagiaan fisik didapat dengan mengumpulkan dan menumpuk materi, maka kebahagiaan moral-spiritual didapat justru dengan banyak memberi dan berbagi pada sesama. The more You give, the more You recieve. Tak ada dermawan jatuh miskin, justru rezekinya makin berkah dan bertambah. Ketika memberi dengan penuh ikhlas, sesungguhnya seseorang sedang menabung dengan bunga berlipat ganda, sebagaimana dijanjikan Tuhan.
Jadi, menjalani hidup mesti "hati-hati." Mesti didengarkan suara hati yang selalu membisikkan kebenaran, kebaikan dan kedamaian. Tentu saja pikiran harus juga digunakan, namun mesti didampingi hati. Tanpa didampingi hati nurani, kecerdasan yang berdampingan nafsu serakah bisa berbuat sangat kejam, tidak mengenal belas kasih.
Pikiran bertugas memecahkan problem teknis, sedangkan hati yang memberikan makna dan arah kehidupan. Misalnya, bagaimana menciptakan mobil, itu tugas pikiran yang kemudian dibantu keterampilan tangan. Bagaimana menciptakan telepon, itu prestasi kecerdasan nalar. Tapi jika ditanyakan, untuk apa mobil dan telepon diciptakan, hati nurani yang mestinya menjawab.
Mobil dicipta bukan untuk berperang, bukan untuk pamer, bukan untuk menaikkan gengsi, tapi mempermudah silaturahim, mempermudah cari nafkah, mempermudah anak-anak berangkat sekolah yang semua itu bermuara agar hidup ini makin berkualitas dan bermakna baik di hadapan manusia dan Tuhan.
Sadar bahwa yang dimohon adalah perhatiannya, maka mestinya yang diberikan adalah hati. Menyadari agar semua tugas harus dilaksanakan hati-hati. Ingat kata "hati" sampai diulang dua kali, maka saat bertugas juga harus sepenuh hati. (*)


Anda sedang membaca artikel tentang

Kenapa Harus Menjaga Hati

Dengan url

http://timursebrang.blogspot.com/2013/08/kenapa-harus-menjaga-hati.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Kenapa Harus Menjaga Hati

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Kenapa Harus Menjaga Hati

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger