Geng Motor dan Pak Kapolrestabes Makassar

Written By Unknown on Selasa, 16 September 2014 | 12.45

Oleh. Aspiannor Masrie
Dosen Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fisip Unhas

PERNYATAAN Kepala Kepolisian Resor Kota Besar (Kapolrestabes) Makassar Komisaris Besar Polisi Fery Abraham yang menyebutkan bahwa teror geng motor (GM) di Makassar masih dikategorikan kenakalan remaja (Tribun Timur, 11/9/2014) sangat disesalkan. Sebagai pejabat publik Pak Polrestabes tidak memiliki rasa empati terhadap keluarga para korban dan keresahan warga terhadap kebrutalan geng motor, disamping itu Pak Polrestabes tidak melihat fenomena GM yang berkembang.

Pak Polrestabes yang berkewajiban mengurusi masalah keamanan, seharusnya  melihat fakta yang terjadi di lapangan dalam tiga tahun terakhir dan tidak hanya asal bicara dalam menyikapi fenomena GM di Makassar yang semakin tidak terkendali dalam perkembangannya. Fakta ini bisa dilihat dari kasus yang terjadi dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, dimana tahun 2012, yang menjadi korban 1 orang meningal dunia.

Tahun 2013 mengalami peningkatan menjadi 7 orang dan tahun 2014 sampai bulan September sudah ada 3 orang yang meninggal dunia. Demikian pula dengan korban  yang mengalami luka-luka, jumlahnya terus mengalami peningkatan. Belum lagi kerugian material  dan psikologis yang diderita para korban, keluarga korban, dan masyarakat terhadap kebrutalan GM yang sampai saat ini  masih belum mampu diatasi oleh kepolisan sebagai lembaga yang paling bertanggungjawab terhadapa keamanan Kota Makassar.

Sehingga, tidak mengherankan di masyarakat timbul wacana agar TNI, terutama Angkatan Laut yang akan mengambil alih penangaannya. Realitas ini tentunya sangat bertentangan dengan fungsi TNI (Angkatan Laut) sebagai lembaga pertahanan negara. Di samping itu, tindakan ini akan menampar wajah kepolisian secara institusi yang sudah kehilangan legitimasi kepercayaan masyarakat.

Kompleksitas
Pak Kapolrestabes seharusnya belajar dari fenomena GM di Makassar. Sebagaimana yang dilakukan mantan Kepala Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Wisnu Sandjaja yang mengintruksikan kepada seluruh personilnya agar supaya melakukan penindakan keras terhadap  pelaku kriminal  (GM) yang terjadi di jalan raya?  Sebagaimana diungkapkan :"Kami sudah capek lakukan pendekatan preventif, namun tetap tidak ada perubahan.

Makanya saya perintahkan kepada anggota, supaya melakukan penembakan terhadap pelaku "(Tribuntimur, Senin 7/4/2014). Pernyataan ini bukan tanpa dasar, hal ini sesuai dengan  fakta yang terjadi (lihat fakta di atas). Dalam Bulan September 2014-misalnya, hanya dalam tempo 2x 24 jam, mereka beraksi di tiga tempat di Jl Perintis Kemerdekaan Tamalanrea yang menewaskan Muhammad Riswan (22) dan Wahyudi Kuasa (21), serta melakukan pengrusakan di Asrama mahasiswa Luwu Utara. Menurut data IPW, tahun 2013 di seluruh Indonesia terdapat 68 orang meningal dunia dan 45 luka-luka, termasuk ada 10 polisi luka-luka akibat ditabrak anggota GM. Di Makassar terdapat 7 orang tewas dan 15 orang luka luka.

Fakta ini menunjukan bahwa aksi pencurian, perampasan, perampokan, dan penganiayaan oleh GM sudah masuk kategori kriminalitas. Para pelakunya tidak segan-segan mengunakan kekerasan dengan cara menghajar bahkan membunuh korbannya jika melawan. Melihat realitas GM 2013 di Makassar, rasanya sulit dikatakan hanya faktor tunggal disebabkan oleh kenakalan remaja karena bertepatan dengan Pilkada SulSel dan  Makassar.

Hal ini memperkuat dugaan bahwa GM di-back up oleh kelompok kepentingan tertentu yang memiliki kepentingan politik. Di samping itu, dalam kasus GM 2014, ditemukan indikasi pengunaan obat-obat terlarang, sebagaimana ungkapan Walikota Makassar. Oleh karena itu, dalam mengatasinya harus ada tindakan represif aparat. Instruksi tembak di tempat merupakan pilihan terakhir bila pelaku GM melawan, membahayakan nyawa masyarakat dan aparat keamanan.

Solusi
Solusi tembak di tempat hanyalah solusi untuk jangka pendek, sebagai upaya efek jera terhadap pelakunya. Dalam menuntaskan semua masalah GM tidak bisa hanya dengan menyelesaikan satu-persatu kasus yang muncul. Akan tetapi diupayakan usaha komprehensif dan menyeluruh yang harus dilakukan stakeholder pemangku kepentingan dengan cara menghilangkan akar permasalahan.

Sebagaimana ungkapan 'Big cities tend to have big problem', bahwa fenomena GM Makassar terjadi seiring dengan pertumbuhan yang tidak terkontrol, menyebabkan kehidupan warga semakin tidak bisa diatur dengan baik. Hal ini dipicu murahnya harga motor dan minimnya ruang untuk berekspresi. Sedangkan pemicu lainnya, disebabkan sudah lunturnya norma (etika) dalam lingkungan. Perannya telah digantikan oleh lingkungan pergaulan (solidaritas) pertemanan sebagai salah satu bentuk untuk mencari perhatian.  Sehingga, mereka ingin menantang otoritas (aparat dan warga).

Tidak mengherankan, ada kelompok-kelompok kepentingan yang memanfaatkan mereka dengan mem-back up untuk kepentingan politik tertentu. Realitas ini tidak terlepas dari  kebanyakan para anggotanya adalah para remaja yang terpinggirkan yang tidak memiliki pekerjaan.

Dalam realitasnya mayoritas anggota GM adalah remaja yang memiliki sifat labil. Sigmund Freud, membahasakan dalam psikoanalisis bahwa mereka lebih mengikuti kekuatan dorongan agresif (id), ketimbang mengikuti nurani (superego). Keberadaan ego mereka telah gagal memediasi agresivitas menjadi aktivitas sosial yang dapat diterima dengan baik dalam kehidupan sosial. Sehingga, dalam upaya  pencarian identitas diri, mereka mencari perhatian dalam bertindak. Bahkan, melakukan tindakan keriminal (pencurian, penganiayaan, dan pembunuhan).

Namun, untuk mengatasi permasalahan GM pendekatan psikologis tidak bisa diterapkan karena hanya mampu mengungkap persoalan individual dengan menghilangkan yang berkaitan dengan nilai-nilai etika (demensi sosiologis). Oleh karena itu, fenomena GM merupakan fenomena sosial yang harus direspons secara proporsional oleh para psikiater, sosiolog, religi (pemuka agama), pendidik, ahli hukum, dan keamanan (kepolisian) dalam mengatasi permasalahannya.

Dengan kata lain, dalam mengatasi GM bukan hanya tanggung jawab pihak kepolisian semata, akan tapi tanggung jawab pemerintah daerah dan seluruh elemen masyarakat. Langkah paling nyata yang bisa dilakuan Pemkot Makassar, lebih banyak membuka ruang terbuka untuk mengarahkan para remaja ke hal- hal yang lebih positif- seperti: taman dan gelanggang remaja.(*)


Anda sedang membaca artikel tentang

Geng Motor dan Pak Kapolrestabes Makassar

Dengan url

http://timursebrang.blogspot.com/2014/09/geng-motor-dan-pak-kapolrestabes.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Geng Motor dan Pak Kapolrestabes Makassar

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Geng Motor dan Pak Kapolrestabes Makassar

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger