MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM--Relawan Komite Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Bereskpresi, Makassar, menyatakan mosi tidak percaya kepada Kapolda Sulawesi Selatan, Irjen Pol Mudji Waluyo.
Mosi tidak percaya ini, dilancarkan setelah Jurnalis Trans Tv Makassar, Ardiansyah alias Endi mengalami tindak kekerasan penikaman yang dilakukan oleh geng motor di Makassar, Kamis dinihari (9/5/2013), saat pulang melakukan liputan di lapangan.
"Mulai hari ini, 9 Mei 2013, kami menyatakan mosi tidak percaya lagi kepada Kapolda Sulsel, Irjen Mudji Waluyo. Kapolda gagal memberikan jaminan perlindungan menyeluruh terhadap jurnalis yang bertugas di wilayah Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan," kata Upi Asmaradhana, Koordinator Relawan Komite Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi, dalam rilis terbuka, Kamis (9/5/2013).
Data relawan Komite Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Bereskpresi, kekerasan yang menimpa jurnalis Endy, adalah peristiwa kedua yang dialami jurnalis di Makassar, dalam rentang waktu satu bulan terakhir.
Sebelumnya, 6 April 2013, jurnalis Fajar TV juga mengalami kasus penyerangan oleh geng motor. Serangan itu, membuat Harun, video jurnalis Fajar Tv terkena anak panah yang dilepaskan anggota geng motor.
Selain kasus penyerangan terhadap dua jurnalis TV tersebut, Kapolda juga dianggap gagal mengungkap dan menangkap para pelaku pembakaran Kantor Harian Palopo Pos, Kantor Perwakilan Harian Fajar dan Pengrusakan Kantor Harian Seputar Indonesia di Palopo, 31 Maret 2013 lalu.
"Rangkaian peristiwa kekerasan demi kekerasan yang terjadi di Sulsel ini sudah cukup bagi kami untuk menyatakan ketidakpercayaan kepada Kapolda selalu pemegang kekuasaan tertinggi aparat kepolisian terhadap kondisi keamanan para jurnalis di Sulsel," kata Upi, yang juga pengurus Pusat AJI Indonesia ini.
Sementara itu, Herwin Bahar, Koordinator Divisi Advokasi Relawan Komite menyatakan, setelah mosi tidak percaya ini dilancarkan, dalam waktu 3X24 jam, pihaknya akan melakukan gugatan class action terhadap Kapolda.
"Kami akan melakukan gugatan class action kepada Kapolda, yang telah absen memberikan perlindungan kepada jurnalis dan warga di Makassar. Jurnalis itu bekerja dilindungi Undang-undang, yaitu UU Pers No 40/1999," kata Herwin.
Saat ini, Tim hukum relawan Komite Perlidungan Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi sudah mempelajari apakah rangkaian tindak kekerasan terhadap jurnalis dan media di Sulsel, ada aspek pembiaran di dalamnya.
"Kami sementara melakukan serangkaian kajian terkait beberapa aspek kekerasan terhadap jurnalis ini. Selain kelalaian, juga dibahas tentang aspek pembiaran," kata Abdul Muthalib Koordinator Divisi Legal Komite Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Bereskpresi.